Sabtu, 20 Desember 2014

Contoh Resensi Novel

Ini Tugas bhs indonesia sewaktu sma  disuruh ngeresensi yaudeh jadinya gini deh dan novel yang di resensi masih ada kok hahaha

Judul Resensi : kisah seorang anak Jakarte yg kritis juga romantis
Penerbit : Ufuk Press / Rahat books
Edisi : Soft Cover
Penulis : Ben Sohib
Kategori : Fiksi
Halaman : 332
Harga : Rp. 45.370.00
Ukuran : 115×175
Tanggal Terbit : 2009.
Sinopsis Novel The Da Peci Code
Ini bukan kisah tentang misteri peci suci ala cawan suci yg disembunyikan oleh para Biarawan Sion. Ini adalah kisah menggelitik seorang anak Jakarte yg kritis juga romantis.. “Sebuah kisah yg renyah.” FORUM Keadilan “Perbenturan nilai yg kerap terjadi antara anak & ayah yg saling ngotot ini justru tergambar dgn kelucuan-kelucuan.” GATRA “Novel ini bikin penasaran & menghibur deskripsi latar cerita & penuturan juga ngalir banget. Rugi kalau dilewatkan.” ANNIDA “Novel ini menjadi oase di tengah minim novel yg mengurai sejarah sosial & budaya masyarakat Arab-Betawi.” Warta Kota “Kritis kocak & tak mengguncang iman.” Majalah Aneka Yess The Da Peci Code Misteri Tak Berbahaya di Balik Tradisi Berpeci.
 Resensinya

Jujur pertama kali saya baca nih novel kayaknya ngebosenin tapi ternyatanya seiring ceritanya makin lama tuh makin seru karena adanya selalu perbedaan pendapat ,kesalah pahaman , kelucuan yang ada dan adanya cinta beda agama yaitu rosid dan delia yang sama tak ingin berpisah karena Cuma berbeda agama itu lah yang dinamakan cinta sejati . Jadi novel ini  sangat membuat saya penasaran atas ceritanya dan cukup menghibur kalian yang sedang galau.
Biarkan saya menyebut novel ini novel yang bertema religi. Meski jika dilakukan pembandingan dengan novel-novel lain yang juga bertema religi, novel ini memiliki gaya yang berbeda, yang seperti berpaling dari kebiasaan bagaimana novel religi ditulis. The Da Peci Code memiliki caranya sendiri dalam menyampaikan nilai-nilai religinya. Sebuah style yang tidak menuntut pembaca untuk menyetujui setiap amanat yang disampaikan. Ceritanya renyah, namun bukan berarti ringan. Lucu, namun tidak pantas disebut kocak. Kritis, namun membangun. Serius, namun mengalir tenang.
Semua berawal dari keputusan Rosid untuk tidak mencukur rambutnya. Bukan menjadikannya gondrong, melainkan kribo. Dan kabar buruknya adalah bahwa ternyata keputusan itu benar-benar ditentang oleh Mansur, sang ayah. Alasannya satu: tidak ditemukan di toko mana pun peci yang seukuran rambut Rosid, yang sebesar kuali itu.
Bisa dibayangkan, betapa malunya Mansur saat menghadiri acara keluarga al-Gibran (nama marga) bersama Rosid yang tidak mengenakan peci putih, dengan rambut sebesar kuali pula! Sementara pada acara itu semua yang berhadir mengenakan peci putih.
Memakai peci putih memang telah berabad-abad menjadi tradisi di keluarga al-Gibran, telah merekat demikian kuatnya di kepala-kepala orang-orang al-Gibran. Dan Rosid datang membawa pendapat yang kontroversial tentang peci putih itu.
Pertengkaran demi pertengkaran antara ayah dan anak pun terjadi. Puncaknya adalah terusirnya Rosid dari rumah. Itu dilakukan Mansur karena emosinya yang telah terlampau besar. Betapa tidak? Telah berliter-liter keringat ia kucurkan, berlembar-lembar rupiah ia keluarkan, juga berpikul-pikul kesabaran ia relakan akibat ketidak berhasilan misinya untuk membuat Rosid mau mencukur rambutnya dan kembali memakai peci seperti dulu, sebelum Rosid memutuskan untuk tidak mencukur rambut.
Tidak sebatas itu konflik yang terjadi di antara Rosid dan keluarganya. Kali ini soal cinta. Cinta yang dijalin Rosid dengan seorang wanita pemilik nama Delia. Rosid memang mempunyai selera yang tinngi. Delia cantik, indah, baik, ramah. Rosid amat mencintai Delia. Delia amat mencintai Rosid. Lalu konfliknya? Lihat saja pada liontin salib yang menggantung di leher Delia!
Saya sangat bersimpati kepada Rosid selaku tokoh sentral. Kesan yang timbul darinya adalah sosok petakilan . Dulu kegiatannya selepas SMA (karena ia tidak diizinkan melanjutkan ke IKJ) adalah menulis cerpen, namun ia lebih sering dikisahkan berdiskusi di rumah Mahdi - yang dikenal dengan Sanggar Banjir Kiriman - dan membaca buku. Terlebih saat ia diusir dari rumah dan mengandalkan kiriman uang dari kakaknya, tujuan yang diusungnya semakintak berisi . Saya tak menampik bahwa Rosid cerdas, terbukti ia dapat menyerap ilmu dengan seketika dan langsung menggunakannya untuk mendebat Ustadz Holid. Namun saya tidak berpihak pada Mansur atau yang lainnya.

Bukan berarti Da Peci Code hanya bacaan 'remeh-temeh'. Saya memperoleh pesan cukup banyak, antara lain metode komunikasi anak dengan orangtua. Sudah semestinya seorang anak memaklumi harapan orangtua, dan menjelaskan pendapat yang berbeda dengan cara lebih bijaksana. Di samping itu, baik dan benar sering kali tidak seiring sejalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar